Pages

Subscribe Twitter

Rabu, 29 April 2009

Qanaah

Tatkala negeri Mesir dikepung oleh balatentara Islam di bawah pimpinan Amr bin Ash, ada sebuah benteng paling teguh, pusaka zaman Babylon. Raja negeri Mesir yang bernama Muqauqis telah mengirim seorang utusan kepada pahlawan Islam itu, membawa titah demikian bunyinya :

"Tuan-tuan telah masuk ke dalam negeri kami; dengan sikap gagah perkasa tuan-tuan memerangi kami, sudah lama tuan-tuan berusaha mengerjakan pekerjaan yang demikian besar. Tidakkah tuan-tuan ingat, bahwasanya tuan-tuan hanya mempunyai kebangsaan yang lemah, yang telah pernah di bawah pengaruh bangsa Rum ? Kalau tuan-tuan teruskan juga pekerjaan ini, tuan-tuan akan jatuh kelak ke dalam tawanan kami. Maka sebelum terlanjur, lebih baik kita berembuk Utuslah ahli-ahli bicara supaya kami dengar pembicaraan¬nya. Moga-moga dengan perembukan yang demikian, kian mendapat persetu¬juan, yang menyenangkan hati kami dan hati tuan-tuan. Kalau urusan ini kita lambatkan, takut kelak balatentara Rum datang menyerang tuan-tuan, kare¬na negeri ini di bawah kekuasaannya. Pada ketika itu percuma penyesalan. Se¬bab itu, segeralah utus ahli bicara itu supaya kita cari rembukan yang menye¬nangkan itu."

Seketika utusan Raja Muqauqis itu telah datang menghadap Amr, maka utusan itu ditahannya di dalam kumpulan tentaranya dua hari lamanya, tidak dibiarkan kembali ke istana Muqauqis. Setelah lepas dua hari, setelah mereka saksikan pergaulan kaum Muslimin, barulah dibiarkan pulang.

Muqauqis bertanya seketika utusan itu sampai:
"Bagaimanakah keadaan balatentara Islam itu menurut pandangan kamu ?"

Mereka menjawab :

"Kami lihat, adalah mereka suatu kaum yang lebih suka menghadapi maut daripada menghadapi hayat. Merendahkan diri lebih mereka sukai daripada mengangkat diri Tidak ada yang teperdaya oleh dunia dan isinya. Duduk me¬reka semata-mata atas tanah, makan sambil bersela. Amimya serupa saja de* ngan orang biasa, tidak dapat dikenal mana yang tinggi dan mana yang rendah pangkatnya, atau mana yang penghulu dan mana yang pengikut. Mula-mula mereka basuh tiap-tiap ujung anggota mereka dengan air, dan mereka berdiri sembahyang amat khusyu nya. "

Mendengar itu berkata Muqauqis:
"Demi Tuhan yang ditarik orang untuk persampahan, sesungguhnya kaum yang demikian itu, walaupun gunung yang akan menghambat maksudnya, akan diruntuhnya juga. Tidak ada bangsa yang sanggup berhadapan dengan kaum yang begitu."

Anjuran Muqauqis supaya dikirim ahli bicara dikabulkan oleh Amr. Ubba-dah bin Shamit diutus. Dia telah berkata di hadapan baginda, percakapan yang cukup mengandung qana'ah :

"Kami berjihad pada agama Allah dan tidak lain maksud kami hanyalah mencari keredhaan Tuhan. Bukanlah kami memerangi musuh lantaran harap akan dunia, bukan supaya kami beroleh kekayaan, meskipun harta rampasan itu telah dihalalkan Allah bagi kami Tidak ada di kalangan kami yang me¬mentingkan harta, walaupun kami berharta emas sebesar gunung, atau tidak beruang sepeser juga. Karena tujuan kami dalam dunia ini, hanya sekedar mengambil sekenyang perut, siang atau malam. Kalau pun kami tidak ada harta selain itu, cukuplah itu bagi kami, dan kalau kami banyak harta-benda, tidaklah kami teringat menyimpannya, tetapi memberikannya dengan segera kepada Jalan Allah. Karena menurut keyakinan kami, nikmat dunia itu be¬lumlah pantas disebut nikmat, kesenangan belum perlu disebut kesenangan, sebab nikmat dan kesenangan yang sejati adalah di akhirat. Pelajaran itulah yang diperintahkan Allah kepada kami, dan diajarkan oleh Nabi kami Kami diperingatkan oleh beliau, supaya menghadapi dunia hanya sekedar untuk pengisi perut, penghindarkan lapar, penutup aurat. Dan pekerjaan serta ke¬pentingan yang paling besar dari semuanya, telah menuntut keredhaan Allah dan memerangi musuh Tuhan."

Maka datanglah waktu sembahyang. Ubbadah bin Shamit, sembahyanglah, kudanya terikat di dekatnya. Maka terlihatlah oleh beberapa orang bangsa Rum. Mereka datang ke tempatnya cukup dengan pakaian dan perhiasannya, hendak melihat upacara sembahyang yang ganjil itu, lalu mereka olok-olok¬kan dan tertawakan. Selesai sembahyangnya yang pertama dan dia mele¬ngang, dikejarnya orang-orang yang mengolok-olokkan itu, sehingga lari ber¬pencaran. Sambil lari mereka buka perhiasan-perhiasan yang lekat di badan¬nya, mereka cecerkan di tanah. Sebab mereka sangka, dengan melihat batu-batu permata yang mahal berlingkar emas, Ubbadah akan berhenti mengejar. Tetapi Ubbadah masih tetap mengejar, sampai mereka lari ke dalam benteng. Dari sanalah mereka mencoba melemparinya dengan batu. Karena tidak akan dapat bertemu lagi, Ubbadah pun kembalilah ke tempat sembahyang tadi, dan sekali-kali tidak teringat olehnya hendak memiliki barang-barang perhiasan yang sengaja dijatuhkan itu.

Demikianlah sebuah contoh, bagaimana pengaruh qana'ah atas kemenangan kaum Muslimin tempo dahulu, keduniaan mereka pandang ranting kehi¬dupan yang paling kecil, dan mereka besarkan usaha menuntut keredhaan Tuhan, menjalankan perintah Allah dan Rasul. Dengan niat demikian, mereka telah mengalahkan bangsa-bangsa yang besar-besar, menaklukkan kota-kota dan negeri yang ramai-ramai.

HAMKA, (Tasawuf Modern)

~ Apapun yang terjadi, JIHAD adalah tetap jalan juang kita akh!


0 komentar:

Posting Komentar